BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persatuan
Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.Persatuan
itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat.
Latar belakang negara
Indonesia yang kita cintai ini memang sangat unik. Berbeda dan tidak dimiliki
oleh negara lain. Kepulauan Indonesia mengandung beragam identitas
masing-masing masyarakat berupa bahasa, budaya, tanah, udara, sumber daya alam
yang melimpah serta ideologi masyarakat yang hidup didalamnya.Segala hal yang
ada di dalamnya merupakan potensi tiada henti yang patut kita syukuri dan kita
kembangkan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan dengan 17.508 pulau,
yang letaknya secara geografis sangat strategis, karena berada pada posisi
silang, yakni diantara benua Asia dan Australia serta diantara Samudera Hindia
dan Pasifik. Indonesia berbatasan langsung di daratan dengan tiga negara yaitu
Malaysia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan Serawak dan Sabah),
propinsi Papua dengan Papua New Guinea dan Nusa Tenggara Timur dengan Timor
Lorosae.
Perbatasan
negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan
suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, menjaga menjaga keamanan dan
keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh
proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi
suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah. Jika kita lihat berdasarkan luas
wilayahnya, Indonesia adalah Negara yang sangat besar, sehingga keutuhan Negara
sangat riskan untuk mengalami penyerobotan wilayah dari Negara lain atau
tetangga.
Pemerintah
juga harus menaruh kepedulian yang besar terhadap kasus yang mengganggu
kedaulatan bangsa yang terjadi di dalam negeri sendiri. Kasus deklarasi
kemerdekaan Papua beberapa waktu lalu, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta gerakan
laten yang dilakukan simpatisan Republik Maluku Selatan harus menjadi perhatian
penting demi menjaga keutuhan bangsa, Indonesia adalah negara yang besar
sehingga keberanian untuk melawan segala bentuk ancaman kepada kedaulatan NKRI
di dalam dan luar negeri harus terus dipupuk. Intervensi asing juga harus
ditolak agar mereka menghargai bangsa kita sebagai bangsa yang merdeka yang
dapat menentukan nasib mereka sendiri.Selain menegakan kedaulatan NKRI, juga menghentian
liberalisasi perdagangan pangan, energi serta mewujudkan reformasi agraria.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana keadaan wilayah di
daerah perbatasan tersebut?serta apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku penduduk/masyarakat perbatasan?
2.
Apa contoh kasus penduduk di
daerah perbatasan?
3.
Bagaimana upaya yang dapat
dilakukan pemerintah ataupun dari masyarakat Indonesia khususnya untuk
menangani masalah penduduk perbatasan itu sendiri?
4.
Apa fungsi dan peran pancasila terhadap
daerah perbatasan khususnya sila “Persatuan Indonesia”?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Keadaan Wilayah Indonesia di
Daerah Perbatasan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prilaku Penduduk
Perbatasan
Negara
Republik Indonesia mempunyai wilayah darat dan laut yang berbatasan dengan 10 negara.
Di wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, Papua
Nugini dan Republik Demokratik Timor Leste, dengan wilayah pcrbatasan di Provinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Di wilayah
laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Pilipina, palau, Australia, Republik Demokratik Timor Leste
dan Papua Nugini. Batas di wilayah laut ini terdapat di 92 pulau-pulau terluar
yang tersebar di 17 provinsi, mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Papua
(Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2004:6,12-16).
Kondisi umum daerah perbatasan
dapat dilihat dari aspek Astagatra yaitu :
a.Geografi
Kondisi geografi perbatasan
darat Indonesia dengan Malaysia, PNG dan Timor Lorosae umumnya merupakan
pegunungan, berbukit dan bergelombang dengan ditutupi hutan tropis yang lebat
yang dilalui beberapa sungai dan anak sungai, sehingga akses ke wilayah lainnya
relatif masih tertutup. Sedangkan kondisi perbatasan laut RI dengan 10 negara
tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik
Palau, PNG, Australia dan Timor Lorosae) yang sebagian besar berada di jalur
perdagangan dunia dan perairan lautan dalam dan banyak yang belum terselesaikan
batas-batas lautnya.
b. Demografi
Kawasan perbatasan
yang luas dengan jumlah penduduk yang relatif kecil dan persebaran tidak merata
menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan masyarakat
sulit dilakukan.Tingkat kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan relatif
tertinggal (miskin).Umumnya mereka hidup hanya mengandalkan hasil-hasil dari
alam, mata pencarian penduduk setempat umumnya adalah petani ladang berpindah
dan penebang kayu.
c.
SDA
Potensi SDA di
daerah perbatasan sangat besar meliputi hasil hutan, tambang migas, batubara,
ikan dan kekayaan laut lainnya, namun belum dikelola secara optimal. Disisi
lain sistem pengamanan daerah perbatasan yang tidak memadai menyebabkan
terjadinya pencurian dan penjarahan SDA.
d.Ideologi
Kurangnya
pembinaan terhadap masyarakat dan akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke
kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti
paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya
suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak
bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para
pemimpin bangsa.
e. Politik
Tatanan politik di
daerah perbatasan relatif belum berkembang dan cenderung diwarnai dengan
isu-isu primordialisme, dikotomi sipil-TNI, dropping pejabat dan pertentangan
antara kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah.Kebijakan pemerintah dalam
membangun kawasan perbatasan bersifat sektoral dan seringkali tidak menyentuh
lapisan masyarakat di pedalaman.Penyaluran aspirasi masyarakat di daerah
perbatasan belum berlangsung seperti yang diharapkan, terbukti belum adanya
struktur pemerintahan di kampung-kampung di perbatasan belum ada dan kunjungan
pejabat ke pedalaman daerah perbatasan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah
sangat jarang dilakukan.
f. Ekonomi
Kehidupan ekonomi
masyarakat di daerah perbatasan pada umumnya masih jauh tertinggal dari
perekono-mian negara tetangga, hal ini disebabkan antara lain :
1) Lokasinya relatif terisolir dengan tingkat aksesibilitas rendah.
2) Rendahnya taraf sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).
3) Langkanya informasi pemerintah tentang ekonomi dan pem-bangunan bagi masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).
1) Lokasinya relatif terisolir dengan tingkat aksesibilitas rendah.
2) Rendahnya taraf sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).
3) Langkanya informasi pemerintah tentang ekonomi dan pem-bangunan bagi masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).
Masyarakat yang
berdomisili di sepanjang perbatasan lebih ber-interaksi dan berorientasi kepada
desa terdekat negara tetangga..Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup
masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan
rasa nasionalisme.
g. Sosial Budaya
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mengubah berbagai bidang kehidupan dan pemerintahan ke arah
yang dicita-citakan.Akibat kemajuan tersebut, globalisasi telah melanda dunia,
sehingga seluruh tatanan kehidupan yang ada mengalami perubahan-perubahan.Dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi
informasi dan komunikasi terutama internet, dapat mempercepat masuk dan
berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat di perbatasan.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi disebabkan karena:
1) Faktor eksternal yaitu :
a) Masyarakat daerah
perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas
hubungan lebih besar.
b) Kehidupan ekonominya
masyarakat daerah perbatasan masih sangat tergantung dengan negara tetangga.
2) Faktor internal yaitu :
a) Secara umum tingkat
pen-didikan masyarakat daerah perbatasan relatif rendah (rata-rata tamat SD
atau SMP), dengan tingkat kesehatan yang relatif masih rendah.
b) Masyarakat lokal di sepanjang daerah perbatasan, khususnya yang tinggal di pedalaman belum mengetahui bagaimana pola hidup sehat.
c) Masyarakat daerah perbatasan lebih menggantungkan hidup-nya dari alam, kebanyakan dari mereka merupakan petani ladang berpindah.
d) Kerukunan antar etnis di daerah perbatasan belum seperti yang diharapkan. Hal ini tergambar dari adanya beberapa kerusuhan antar etnis yang terjadi di beberapa daerah sekitar perbatasan
b) Masyarakat lokal di sepanjang daerah perbatasan, khususnya yang tinggal di pedalaman belum mengetahui bagaimana pola hidup sehat.
c) Masyarakat daerah perbatasan lebih menggantungkan hidup-nya dari alam, kebanyakan dari mereka merupakan petani ladang berpindah.
d) Kerukunan antar etnis di daerah perbatasan belum seperti yang diharapkan. Hal ini tergambar dari adanya beberapa kerusuhan antar etnis yang terjadi di beberapa daerah sekitar perbatasan
e) Masyarakat setempat masih
kurang dapat menerima kehadiran masyarakat pendatang dan para pendatang kurang
berbaur dengan penduduk lokal.
f) Penegakan hukum di daerah perbatasan kurang memadai antara lain disebabkan kurangnya pos-pos pengawasan di sepanjang perbatasan, frekwensi pelanggaran hukum masih tinggi.
f) Penegakan hukum di daerah perbatasan kurang memadai antara lain disebabkan kurangnya pos-pos pengawasan di sepanjang perbatasan, frekwensi pelanggaran hukum masih tinggi.
h. Pertahanan dan Keamanan.
Kondisi kekuatan
TNI dan Polri di daerah perbatasan saat ini masih kurang memadai, mengingat
panjangnya garis perbatasan dan luasnya teritorial kita dengan beberapa negara
baik di darat maupun laut yang harus diamankan.Belum lagi keterbatasan sarana
dan prasarana yang dimiliki oleh TNI dan Polri, seperti kendaraan operasional,
pos-pos pengamanan perbatasan untuk mendukung tugas pengamanan daerah
perbatasan. Keterbatasan sarana jalan raya sepanjang daerah perbatasan dan
kondisi medan semakin mempersulit tugas TNI dan Polri untuk melaksanakan patroli
perbatasan.
2.
Studi Kasus
i.
Perbatasan Indonesia –
Filipina
Mobilitas
penduduk di wilayah perbatasan Indonesia-Filipina di Kepulauan Sangihe Talaud,
Sulawesi Utara, sebagai contoh sudah terjadi sejak sebelum abad ke 19 (Zaelany
dan Augustina, 1995: 32).Mobilitas ini terutama disebabkan karena adanya ikatan
kekerabatan penduduk dua wilayah ini yang menurut sejarah pernah disatukan
dibawah satu kerajaan, yaitu Kerajaan Kandhar. Kerajaan Kandhar yang merupakan
salah satu kerajaan di wilayah Kepulauan Sangihe Talaud pada abad ke 17,
dikatakan mempunyai wilayah sampai wilayah Buntuan, Pulau Saranngane dan Kota
Davao di Mindanao Selatan yang sekarang merupakan wilayah Negara Filipina
(Departemen P dan K Sulut, 1980: 20; Watuseke, 1990: 8). Kerajaan Tabukan (juga
di wlayah Kepulauan Sangihe Talaud) juga dikatakan mempunyai wilayah sampai ke
Cotabato, juga sekarang termasuk wilayah Negara Filipina (Departemen P dan K
Sulut, 1980: 21). Bahkan, salah satu suku bangsa yang dianggap penduduk asli di
wilayah Filipina Selatan, yaitu Suku Sangil mempunyai bahasa dan adat istiadat
yang sama dengan bahasa dan dialek serta adat istiadat penduduk Tabukan Utara
di Kepulauan Sangihe (Aambong, 1991: 9). Dengan demikian, mobilitas penduduk
antara wilayah- wilayah tersebut pada saat itu umum teijadi karena masih berada
pada satu wilayah kekuasaan (kerajaan), yang mcmudahkan mobilitas orang-orang
yang berada dalam wilayah tersebut.Karena itu, banyak ditemukan Orang Sangir
yang tinggal di wilayah Filipina Selatan sejak berabad-abad yang lalu, menikah
dengan penduduk asli dan berketurunan disana.Setclah kedaulatan kedua negara,
Filipina dan Indonesia, kunjungan keluarga (dalam bentuk mobilitas
non-permanen) merupakan pergerakan penduduk yang biasa teijadi antara penduduk
di wilayah Kepulauan Sangihe Talaud dengan penduduk di pulau-pulau dan Wilayah
Midanao Selatan di Filipina.Karena jarak yang relatif jauh terkait dengan
sarana transportasi yang tersedia, migrasi ulang- alik (commuting) dalam satu hari tidak mungkin
dilakukan.Adanya hubur.gan kekerabatan dan kujungan keluarga antara penduduk
dua wilayah ini, meneyebabkan timbulnya hubungan perdagangan (ekonomi) dan juga
pemilikan atau pengusaan lahan pertanian di wilayah negara tetangga.Lokasi
Kepulauan Sangihe Talaud lcbih dekat dengan wilayah Filipina Selatan
dibandingkan ke Wilayah Utara Pulau Sulawesi dan Pusat Pemerintahan dan ekonomi
di Kota Manado.Untuk pergi ke Sulawesi Utara pada masa ialu masih sangat
sulit.Kondisi arus laut yang kencang, ombak besar serta adanya pusaran-pusaran
air berbahaya merupakan hambatan yang dijumpai dalam peijalanan tersebut.Dengan
demikian, hubungan perdagangan lebih mudah dilakukan ke wilayah Filipina
Selatan dibandingkan ke Sulawesi Utara, disamping didukung pula oleh adanya
hubungan kekerabatan j'ang ada.Biasanya penduduk dari wilayah perbatasan di
Kepualauan Sangihe Talaud membawa kopra untuk dijual di wilayah Filipina karena
harganya disana lebih mahal.Mereka kembali ke Indonesia dengan membawa 9 bahan
kebutuhan pokok, seperti bahan makanan. Untuk penduduk pulau-pulau kecil di
wilayah perbatasan Indonesia seperti Pulau Marore, Kawio dan Kawaluso, juga
lebih mudah untuk pergi ke wilayah Filipina Selatan daripada ke Pulau Sangir
Besar, yang merupakan daerah utama penghasi bahan makanan di wilayah Kepulauan
Sangihe Talaud (Aambong, 1991: 8).
Kondisi
wilayah Kepulauan Sangihe Talaud yang terbatas sumberdaya alamnya (tanah
pertanian) juga menyebabkan penduduknya yang pergi ke wilayah Filipina Selatan
untuk bekcrja dan bahkan kemudian membuka tanah pertanian disana, seperti kebun
kelapa.Keadaan ini dimungkinkan selain karena masih jarangnya penduduk di
wilayah tersebut juga karena masih lemahnya kontrol negara terhadap mobilitas
penduduk tradisional diwilayah perbatasan.Akibatnya terjadi arus mobilitas
penduduk non-permanen yang teratur.Penduduk wilayah perbatasan di Indonesia
dalam waktu-waktu tertentu pergi dan menetap di wilayah Filipina Selatan dalam
jangka waktu singkat (kurang dari 6 bulan) untuk menengok dan mengolah
kebunnya.Pada saat panen kelapa merekapergi dan membuat kopra disana dan
kembali ke Indonesia membawa barang-barang kebutuhan hidup.Pembukaan kebun di
wilayah cngara tetangga ini juga melahirkan pola mobilitas permanen, dimana penduduk
dari wilayah perbatasan di Indonesia kemudian menetap di wilayah Filipina
Selatan untuk mcmpertahankan penguasaan dan pemilikan atas tanah dan kebun yang
sudah dibukanya.Mobilitas penduduk secara tradisional ini kemudian berkembang
menjadi mobilitas dengan alasan alasan-alasan politik.Sebagai contoh, selama
jaman kolonial Belanda, banyak aktivis organisasi politik di Indonesia yang
melarikan diri dari Kepulauan Sangihe -Talaud menuju Pulau Mindanao untuk
menghindari penangkapan oleh Pcmcrintah Belanda (Kaurow, 1990).Keadaan ini
menyebabkan banyaknya penduduk Indonesia, terutama Suku Sangir yang menetap di
Wilayah Filipina Selatan. Sebelum kemerdekaan kedua negara, Indonesia dan
Filipina, keberadaan orang-orang yang berasal dari wilayah Indonesia di Wilayah
Filipina Selatan tidak menjadi persoalan karena pemerintah kolonial tidak
menaruh perhatian dan tidak merasa berkepentingan dengan pola mobilitas
penduduk tradisional ini.
Setelah
kemerdekaan Indonesia dan Filipina, menjadi masalah karena masing-masing negara
ingin menegakkan kedaulatan wilayah negaranya masing-masing dan mobilitas
penduduk anatar kedua negara ini di wilayah perbatasan diatur dalam peijanjian Border Crossing (Border Crossing Agreement/BCA) pada tahun 1956, yang
mengatur mobilitas penduduk untuk tujuan kunjungan keluarga, darmawisata dan
berdagang. Dengan adanya BCA ini, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah
yang termasuk dalam 4wilayah perbatasan* dapat termasuk ke 'wilayah
perbatasan' di Filipina Selatan dengan menggunakan surat jalan dari kepala desa
yang merupakan pas lintas batas (PLB), kemudian melapor ke camat administratif
BCA yang sudah ditentukan, di wilayah Indonesia dan Filipina. Demikian pula
dengan penduduk wilayah Filipina Selatan yang berkunjung ke Indonesia.Batas waktu
untuk tinggal di negara tetangga ini adalah selama satu bulan (Raharto, 1955).
Berdasarkan
perjanjian BCA tahun 1956, penduduk Indonesia yang datang ke wilayah Filipina
Selatan sebelum tahun 1956 dapat dianggap sebagai pendatang tidak sah dan sewaktu-waktu
dapat dikembalikan ke wilayah Indonesia CTan-Cullamar, 1987: 99-139), dan pada
tahun 1963-1965 pernah dilakukan pemulangan (repatriasi) awal warga Indonensia
yang tinggal 'secara tidak sah' di wilayah Filipina Selatan, ke Sulawesi Utara.
Tetapi karena proses
rcsctlement
mereka di Indonesia tidak beijalan lancar, banyak diantara mereka pada tahun
1967 kembali lagi ke wilayah Filipina Selatan.
Pada
awal tahun 1980-an, mulai teijadi arus migrasi kembali warga Indonesia yang
tinggal di wilayah Filipina Selatan, kc Indoensia secara spontan discbabkan
karena dorongan kcadaan ekonomi dan keamanan di Filipina yang bertambah
buruk.Disamping itu, setelah kemerdekaan Indonesia dan Filipina, keberadaan
warga Indoensia di wilayah negara Filipina dipertanyakan dan hak kepemilikan
dan penguasaan atas lahan pertanian juga dibatasi.Sebaliknya, kcadaan di
Indonesia mulai stabil dan ekonominya juga membaik.Mereka yang kembali ini
tidak seluruhnya kembali menetap di Kepulauan Sangihe Talaud, tetapi ada yang
memilih pindah ke Pulau Halmahera karena tanah pertanian disana masih cukup
luas, disamping keadan alam yang tidak jauh berbeda dengan daerah asal mereka
di Kepulauan Sangihe Talaud (Aswatini dkk, 1994).
Sampai
saat ini masih ada ribuan warga Indonesia yang tinggal di wilayah Filipina
Selatan, b3ik yang memang mempunyai keinginan untuk kembali ke Indoensia maupun
yang ingin menetap di Filipina karena sudah menikah dengan penduduk asli
disana.Mobilitas penduduk antara Kepulauan Sangihe Talaud dengan Pulau-pulau di
Wilayah Filipina Selatan juga masih tetjadi meskipuh tidak untnk tujuan
menetap.Ikatan kekerabatan yang terjadi antara pcnduduk kedua wilayah
menyebabkan adanva kunjungan keluarga yang kadang-kadang juga digunakan untuk
berdagang.Selain dari itu ada juga penduduk yang sudah menetap kembali di
Indonesia tetapi masih mempunyai dusun (kebun) di wilayah Filipina (Raharto
dkk, 1995).
ii.
Perbatasan Indonesia -
Malaysia
Mobilitas
penduduk juga terjadi di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia di Kalimantan
Timur.Latar belakang penduduk di wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia di
Kalimantan Timur menunjukkan adanya hubungan kekerabatan yang erat antara
penduduk di wilayah perbatasan Indonesia dan penduduk di wilayah perbatasan
Malaysia. Pola hubungan ini dapat dikelompokkan menjadi dua (Djohan dan
Yogaswara. 1889) yaitu:
1.
Hubungan
yang sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka, sebelum ditentukannya batas
negara, Malaysia dan Indonesia. Hubungan ini didasarkan pada garis (satu)
keturunan atau hak ulayat tanab/lahan.
2.
Hubungan
yang terjadi karena adanya mobilitas penduduk dari Wilayah Indonesia, yang
berasal dari luar wilayah perbatasan di kalimantan Timur, ke Negara Bagian
Sabah untuk meneari pekerjaan, seperti pendatang Suku Bugis dan Makassar dari
Sulawesi Selatan dan pendatang dari bebcrapa wilayah di provinsi Nusa Tenggara
timur.
Pada
pola hubungan pertama, misalnya dapat dilihat dalam kehidupan Suku Dayak Kayan
dan Suku Tidung yang tinggal di wilayah perbatasan, baik di wilayah negara
Indonesia maupun di wilayah negara Malaysia. Pola kehidupan tradisional bertani
berpindah-pindah memisahkan kelompok-kelompok masyarakat secara geografis
tetapi tidak menghilangkan ikatan kekerabatan yang teijalin diantara mereka
serta hak atas tanah ulayat.Karena itu, sampai saat ini masih ditemukan
penduduk di "wilayah Kalimantan Timur, Indonesia, yang memiliki hak ulayat
di wilayah Malaysia dan sebaliknya. Karena itu setelah kemerdekaan Indonesia
dan Malaysia, meskipun mereka terpisah oleh batas negara, hubungan kekerabatan
dan pemilikan hak ulayat tanah yang ada menyebabkan mereka masih berhubungan,
juga dalam bentuk kunjungan keluarga untuk keperluan adat, yang berkembang
menjadi hubungan perdagangan dan pekerjaan. Selain karena adanya hubungan
kekerabatan antara suku-suku asli Kalimantan dengan penduduk Malaysia terutama
di wilayah Negara Bagian yang terletak di daratan Pulau Kalimantan, ada pula
mobilitas yang dilakukan ke Malaysia sebagai respon terhadap kesulitan ekonomi
serta pemberontakan yang teijadi di Indonesia (Raharto dkk, 1998; Siagian
1995).
Kasus
kedua merupakan fenomena yang relatif baru, dengan masuknya pendatang dari
wilayah lain di Indonesia ke wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di
Kalimantan Timur, khususnyadi Kabupaten Bulungan dan Nunukan.Ada dua suku
bangsa yang dominan dalam mobilitas ini yaitu Suku Bugis (Sulawesi Selatan) dan
Orang Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Orang Bugis sudah lebih dahulu datang
dan menetap di wilayah perbatasan, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia,
sedangkan orang Flores diperkirakan bam masuk ke wilayah perbatasan di
Kalimantan Timur ini setelah tahun 1940, yang datang pertama karena dibawa
Pemerintah Kolonial Belanda sebagai pekeija di pertambangan minyak. Selain dari
itu juga ditemukan Orang Toraja, yang sekarang ini juga merupakan suku dominan pencari
kerja ke Malaysia, melalui wilayah perbatasan di Kalimantan Timur ini.Dari
masuknya dua kelompok suku bangsa ini ke wilayah perbatasan di Kalimantan
Timur, terjadi pola hubungan masyarakat di Indonesia dan Malaysia yang juga
seiring dengan perkembangan pola mobilitas penduduknya. Pola hubungan tersebut
adalah (Djohan dan Yogaswara, 1998: 34-36):
1.Perkawinan antara suku Bugis yang tinggal
di wilayah perbatasan Indonesia dan di daerah Asal di Sulawesi Selatan dengan
Suku Bugis yang sudah tingga di wilayah Malaysia. Adanya hubungan ini
mcngukuhkan pola mobilitas penduduk yang sudah terjadi di wilayah perbatasan.
2.Pekerjaan, dimana pendatang dari NTT yang
bekerja di wilayah perbatasan kemudian memberikan informasi kepada keluarga
yang masih tinggal di NTT, sehingga mereka kemudian datang untuk bekerja terutama
di perkebunan di wilayah Negara Malaysia. Pola mobilitas untuk alasan pekerjaan
ini sampai sekarang masih terjadi, dimana wilayah perbatasan Indonesia,
khususnya Kota Nunukan, merupakan daerah transit sebelum mereka menyebrang
untuk bekerja di wilayah Malaysia, khususnya negara Bagian Sabah.
3.
Perdagangan, umumnya dilakukan oleh Orang Bugis, dimana dari Indoensia, wilayah
Kabupaten Nunukan, khususnya PulauNunukan dan Pulau Sebatik, mereka membawa
hasil-hasil pertanian dan perikanan untuk dijual di wilayah Malaysia, terutama
di Kota Tawau. Sebaliknya dari Kota Tawau mereka membawa baiang-barang
kebutuhan hidup sehari-hari seperti beras, sabun, minyak gula dan
lain-lain.Mobilitas ini umumnya merupakan mobilitas uJang-alik, karena jarak
yang cukup dekat dari Kota Nunukan dan Pulau Sebatik ke Kota Tawau.
Warga Indonesia baik penduduk asli wilayah perbatasan maupun
pendatang dari wilayah lain yang sudah menetap di wilayah perbatasan Indonesia
- Malaysia di Kalimantan Timur juga banyak yang sudah bermigrasi, menetap dan
menjadi penduduk warga negara Malaysia, terutama di wilayah Negara Bagian
Sabah. Sebagai contoh, wilayah Negara Bagian Sabah Malaysia sudah menjadi tujuan
migrasi penduduk Indonesia terutama yang berasal dari Sulawesi Selatan, sejak
pertengahan abad ke 19.Sebelum tahun 1967, warga Indonesia yang menetap di
wilayah Sabah diberi kcscmpatan untuk memilih kewarganegaraan.Mereka yang
mcmilih menjadi warganegara Malaysia dikategorikan sebagai migran permanen.
Setelah ada perjanjian lintas batas pada tahun 1967 yang
diperbaharui pada tahun 1984, arus mobilitas penduduk di wilayah perbatasan
Indonesia - Malaysia di Kalimantan Timur mulai tercatat, termasuk juga arus
mobilitas tenaga keija (Bandiyono, 1998: 77). Perjanjian lintas batas ini intinya
adalah untuk mengatur, dengan memberi kemudahan, mobilitas penduduk yang
tinggal di wilayah perbatasan yang sudah ditentukan di kedua negara, yang akan
saling berkunjung, mengingat latar belakan hubungan kekerabatan yang teijalin
diantara mereka. Berdasarkan peijanjian ini, penduduk tetap wilayah perbatasan
tidak memerlukan pasport dan visa untuk berkunjung ke negara tetangga, tetapi
cukup menggunakan Pas Lintas batas (PLB), sebagai pengganti pasport.Penduduk
yang menetap di luar wilayah perbatasan yang sudah ditentukan tidak dapat
menggunakan PLB, tetapi tetap menggunakan pasport. PLB diberikan untuk
keperluan kunjungan keluarga, kegiatan sosial, keperluan keagamaan, usaha,
tugas pemcrintah dan keperluan lain yang sudah disetujui kedua negara, tetapi
tidak dapat digunakan untuk kepentingan mencari pekerjaan atau bekeija
(Setiawandan Yogaswara, 1998: 92-93).
Wilayah perbatasan seperti ditunjukkan oleh kondisi di Kota
Nunukan, juga menjadi daerah transit bagi tenaga kerja dari berbagai daerah di
Indonesia (Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, jawa
Timur, Sulawesi Tenggara, Selawesi Tengah) yang ingin menyebrang ke wilayah
Malaysia untuk bekerja (Bandiyono, 1998: tabel 3.2). Calon tenaga kerja ini
juga ada yang memanfaatkan fasilitas keimigrasian di wilayah perbatasan untuk
mengurus kelengkapan administrasi utnuk bekerja di luar negeri.Tetapi ada pula
yang menyebrang tanpa memenuhi persyaratan administrasi dan menjadi tenaga kerja
ilegal (undocumented), selain juga ada yang
menggunakan pas lintas batas yang sebenarnya tidak dapat dipergunakan sebagai
persyaratan untuk bekerja di Malaysia. Akibatnya, selain menjadi daerah
transit, Kota Nunukan juga menjadi daerah tujuan utama pengembalian tenaga kerja
Indonesia (TKI) illegal dari Malaysia yang terjaring razia pendatang haram di
Malaysia.
Di Kalimantan Barat misalnya yang lansung berbatasan
dengan Serawak Malaysia Timur membentang sepanjang 966 kilometer,
mempunyai luas sekitar 2,1 juta hektar atau hampir seluas Provinsi Nusa
Tenggara Barat atau Provinsi Sulawesi Utara. Secara administratif meliputi 5
wilayah Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu dengan
15 Kecamatan dan 98 Desa.
Kondisi geografis dan Topografi wilayah perbatasan
Kalimantan Barat yang masih terisolir, karena keterbatasan prasarana jalan,
transportasi darat, sungai serta fasilitas publik lainnya.Kondisi ini berdampak
pada kondisi kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan dan skill masyarakat
daerah perbatasan yang masih tertinggal dibanding dengan masyarakat daerah
Serawak.
Penduduk dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi cenderung
ke Serawak, karena akses yang mudah serta ketersediaannya fasilitas yang lebih
baik. Kawasan perbatasan terdapat sekitar 50 jalur jalan setapak yang
menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di Serawak,
lebih 60% penduduk masyarakat Puring Kencana juga memiliki KTP Malaysia dan
termasuk Surat Peranak (Akte Kelahiran), hal ini dikarenakan mereka lebih
senang mendapatkan akte kelahiran dari Pemerintah Malaysia.
Di bidang pendidikan, usia anak-anak yang bersekolah, lebih
memilih sekolah di Malaysia dengan perbandingan dalam tahun ajaran 2008 hanya
13 anak yang masuk SD di Puring Kencana, sedangkan 83 anak lainnya memilih
sekolah di Malaysia. Alat ukur (mata uang) yang digunakan lebih dominan ringgit
dari pada rupiah.
Realitas yang memprihatinkan ini disebabkan kondisi daerah
yang pembangunannya terbelakang dan terisolir (indikator daerah tertinggal dan
aksebilitas rendah).Penduduk dalam melakukan aktifitas sosial ekonomi cenderung
ke Serawak, hal ini karena akses yang mudah serta ketersediaan fasilitas yang
lebih baik (menjadi hinterland Serawak).Ketergantungan perekonomian masyarakat
perbatasan hampir semua barang dan jasa, tempat menjual hasil bumi masyarakat
di wilayah Malaysia.
Kesenjangan kehidupan yang tejadi di daerah perbatasan ini
sedikit banyak dipengaruhi oleh ketimpangan infrastruktur dan fasilitas umum
yang disediakan oleh pemerintah RI, contohnya seperti harga kebutuhan pokok
yang sangat mahal, Masyarakat lebih memilih masuk ke
wilayah Malaysia untuk memenuhi kebutuhannya, bisa kita bayangkan harga semen 1
juta rupiah per sak, bensin 25 ribu rupiah per liter, sementara di negara tetangga, lebih murah, di Aruk,
Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, warga bergantung
pada pasokan listrik dari Malaysia. Jalan aspal di kawasan itu juga dibangun
kontraktor Malaysia.
Karena ketimpangan inilah masyarakat di perbatasan
Kalimantan rela menyerahkan wilayahnya masuk ke negara tetangga. Mereka telah memindahkan
patok-patok perbatasan ke wilayah negara tetangga, dan ini juga yang menjadi
motivasi bagi masyarakt di perbatsan untuk berganti status
kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia.
Yang lebih ironis
lagi masyarakat di perbatasan Kalimantan Timur tidak menmgenali sendiri
president mereka , mereka lebih kenal dengan PM mentri Malaysia.
3. Upaya yang Dapat Dilakukan
Pemerintah ataupun dari Masyarakat Indonesia Khususnya untuk Menangani Masalah
Penduduk Perbatasan
Kedaulatan negara menunjukkan integritas dan
martabat suatu bangsa dan harus dijaga keutuhannya.Negara tidak mampu menjaga
keda-ulatan setiap jengkal wilayahnya, termasuk daerah perbatasan menggambarkan
lemahnya keutuhan dan kedaulatan negara tersebut.Kedaulatan negara menurut
pengertian dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yaitu kedaulatan di tangan
rakyat dengan berdasarkan kepada kelima butir Pancasila.Kedaulatan NKRI yang
dijabarkan dalam suatu konsep Wawasan Nusantara merupakan suatu konsep kesatuan
wilayah yang mencakup darat, laut (termasuk dasar laut dan daratan di bawahnya)
dan udara.Kedaulatan tersebut juga meliputi penguasaan dan kewenangan atas
pengelolaan SDA dan pengaturan alur laut ALKI. Sejak diakuinya konsep Wawasan
Nusantara oleh dunia internasional dalam Konvensi Laut PBB tahun 1982 (yang
telah berlaku sejak 16 Nopember 1994) telah memperluas kewenangan Indonesia
tidak saja terhadap wilayah kedaulatan-nya atas perairan Nusantara dan Laut Wilayah
yang mengelilinginya, tetapi juga hak-hak di luar perairan Nusantara dan di
dasar laut serta tanah di bawahnya di landas kontinen Indonesia (Zona Ekonomi
Ekslusif) sejauh 200 mil.
§
Konsepsi
Pengembangan Strategi Pengamanan
Konsepsi Pengembangan strategi pengamanan daerah
perbatasan diarahkan untuk membuka, mengem-bangkan dan mempercepat pem-bangunan
daerah di kawasan tersebut serta menyerasikan laju pertumbuhan daerah
perbatasan seperti daerah lainnya yang lebih dahulu berkem-bang.Dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas dan potensi daerah masing-masing
sehingga terwujud pola pem-bangunan yang merupakan perwujudan Wawasan
Nusantara, sehingga memperoleh dukungan dan kontribusi dari segenap komponen
masyarakat dalam keuletan dan ketangguhan di seluruh wilayah perbatasan.
Secara garis besar terdapat dua hal penting yang harus
dilakukan yaitu pembangunan daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) untuk mengangkat taraf kehidupan masyarakat setempat dan
pendekatan keamanan (security approach) yang diperlukan guna terciptanya
stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan sehingga
memungkinkan terwujudnya keserasian hidup berdampingan secara damai dengan
negara-negara tetangga di sepanjang daerah perbatasan. Penerapan kedua
pendekatan tersebut melandasi tujuan program-program pembangunan di wilayah
perbatasan secara terintegrasi dan berkelanjutan.
a.
Arah Pembangunan. Arah pembangunan daerah perbatasan diprioritaskan untuk
memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh pelosok daerah
perbatasan guna meningkatkan kesejahteraan, menggalakkan prakarsa dan peran
serta aktif masyarakat di wilayah perbatasan serta pendayagunaan potensi daerah
secara optimal dan terpadu sesuai semangat otonomi daerah yang dinamis, serasi
dan bertanggung jawab sehingga pada gilirannya dapat memberikan kontribusi
untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pembangunan daerah perbatasan
yang diarahkan untuk mengembang-kan tata ruang daerah perbatasan menjadi
kawasan strategis dan potensial dalam rangka penataan tata ruang wilayah dengan
memperhatikan pengamanan daerah perbatasan guna menjaga tetap tegaknya keutuhan
dan kedaulatan NKRI.
b.
Tujuan Pembangunan Daerah Perbatasan. Tujuan jangka panjang pembangunan daerah perbatasan
yaitu untuk mewujudkan kehidupan masyarakat daerah perbatasan yang sejahtera
dan berkeadilan dalam keharmonisan hubungan dalam segala aspek kehidupan.
§ Kebijakan
Pengamanan
Berdasarkan
prioritas pembangunan daerah perbatasan sesuai dengan pemikiran di atas, maka
dapat dirumuskan kebijakan pengamanan daerah perbatasan yaitu : “Mengembangkan strategi pengamanan daerah
perbatasan untuk memper-tahankan tetap tegaknya keutuhan dan kedaulatan negara,
melalui kesamaan visi dan misi bahwa daerah perbatasan merupakan bagian
integral dari NKRI dengan melakukan penanganan yang komprehensif dan
terintegrasi serta terselenggaranya stabilitas bidang pertahanan dan keamanan
serta kesejahteraan masyarakat”.
§ Strategi
Pengamanan
Mengingat
kompleksnya permasalahan yang terjadi di daerah perbatasan, maka untuk
melaksanakan kebijaksana-an tersebut, disusun beberapa strategi pengamanan
daerah perbatasan guna penegakan kedaulatan negara dalam rangka pertahanan
negara yaitu :
a.
Mewujudkan pengamanan daerah perbatasan negara yang meliputi pengamanan
terhadap SDA, kejahatan trans-nasional (penyelundupan senjata, narkotika dan
masuknya teroris) serta konflik antar etnis.
b.
Menjamin tetap tegaknya dan utuhnya wilayah kedaulatan negara. Hal ini
mengandung arti bahwa ancaman terhadap suatu wilayah di daerah perbatasan
merupakan ancaman terhadap kedaulatan NKRI.
c.
Mewujudkan terselenggaranya pertahananan negara di daerah perbatasan. Sesuai
dengan UU No. 3 Tahun 2002 bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem
pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber
daya nasional.
§ Upaya
Pengamanan
Berdasarkan kebijakan dan strategi yang telah disusun
bagi pengem-bangan pengamanan daerah perbatasan guna penegakan kedaulatan
negara dalam rangka pertahanan negara dapat dilakukan upaya-upaya sebagai
berikut :
a.Pengamanan daerah perbatasan (pengamanan terhadap SDA, kejahatan trans-nasional dan konflik antar etnis).
1) Meningkatkan pengawasan terhadap pencurian SDA seperti
pencurian kayu, pencurian ikan dan kekayaan laut, eksplorasi energi dan mineral
secara ilegal.
2) Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah yang
terkait dalam pengamanan daerah perbatasan seperti TNI, Polri, Kantor Imigrasi
dan Departemen Kehakiman, Departemen Kehutan-an, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Departemen Pertam-bangan dan Energi, Departemen Pertanian dan
Pemerintah Daerah.
3) Meningkatkan kualitas peng-awasan di pos-pos lintas
batas terhadap lalu lintas barang dan orang. Peningkatan pengawasan meliputi
penambahan pos-pos pengawasan dan personil di pos lintas batas.
4) Meningkatkan dan membangun jaringan intelijen secara
terpadu di daerah perbatasan untuk mengantisipasi kemungkinanpenyelundupan
barang, senjata api dan munisi serta narkoba dan penyusupan teroris dan adanya
oknum yang dapat memicu konflik antar etnis.
5) Meningkatkan BINWIL, BINTER dan BINMAS di daerah
perbatasan.
6) Membangun jalan inspeksi di sepanjang perbatasan darat
dan menambah frekwensi patroli perbatasan di darat maupun laut.
7) Menambah dan meningkatkan kuantitas dan kualitas alat
peralatan pengamanan di daerah perbatasan, seperti radar, navigasi, alkom, ken-daraan
patroli dan alut sista.
8) Mengalokasikan anggaran pengamanan daerah perbatasan
secara terpadu (lintas pendana-an dan lintas sektoral).
9) Membangun sarana jalan dan prasarana transportasi,
tele-komunikasi sepanjang perbatasan untuk membuka keterisolasian perkampungan
di daerah perbatasan.
10)Melakukan survei dan pemetaan secara terpadu bagi
pengaman-an terhadap SDA, jalur kejahatan trans-nasional dan area rawan konflik
etnis di daerah perbatasan sebagai integrated data base pengamanan perbatasan
negara.
11)Menciptakan iklim yang kondusif masyarakat perbatasan
dalam pengamanan daerah perbatasan sekaligus sebagai daya tarik bagi kegiatan investasi
di daerah perbatasan.
12)Memperbaiki dan memper-baharui peraturan dan perundangan
yang terkait dengan pengamanan daerah perbatasan, baik yang menyangkut
pencurian, penyelun-dupan dan penyusupan serta kejahatan transnasional lainnya
demi terwujudnya penegakan dan kepastian hukum di daerah perbatasan.
13)Merealisasikan terbentuknya suatu badan/lembaga
pengaman-an daerah perbatasan secara terpadu, dalam rangka meningkatkan
pengawasan dan pengendalian segala bentuk kejahatan dan konflik yang mungkin
terjadi di daerah perbatasan.
b.Menjamin tetap
tegaknya dan utuhnya wilayah kedaulatan negara.
1) Melakukan perundingan dengan negara tetangga dalam upaya
mempercepat proses tercapai-nya kesepakatan penyelesaian garis batas antar negara
baik darat maupun laut .
2) Meningkatkan kapasitas diplomasi para penyelenggara
negara, baik legislatif maupun eksekutif dalam fora regional dan internasional,
khususnya yang menyangkut penetuan garis batas dan kerjasama pengaman-an batas
negara.
3) Membangun dan menambah patok-patok batas legal dan permanen di sepanjang per-batasan darat dan mercusuar di pulau-pulau terluar RI.
4) Melakukan standarisasi pembangunan pos lintas batas (custom, immigration and quarantine).
5) Menyamakan visi dan misi tentang daerah perbatasan antara pengambil keputusan di tingkat Pemerintah Pusat maupun Daerah.
6) Meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat daerah perbatasan dalam rangka membina persatu-an dan kesatuan bangsa serta menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI.
3) Membangun dan menambah patok-patok batas legal dan permanen di sepanjang per-batasan darat dan mercusuar di pulau-pulau terluar RI.
4) Melakukan standarisasi pembangunan pos lintas batas (custom, immigration and quarantine).
5) Menyamakan visi dan misi tentang daerah perbatasan antara pengambil keputusan di tingkat Pemerintah Pusat maupun Daerah.
6) Meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat daerah perbatasan dalam rangka membina persatu-an dan kesatuan bangsa serta menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI.
c. Mewujudkan
terselenggaranya Pertahanan Negara di daerah perbatasan.
1) Meningkatkan kemampuan komponen pertahanan negara yang efektif (SDM, alat peralatan dan sumber daya nasional lainnya).
2) Menata ruang pertahanan negara, dengan pendekatan propinsi, khususnya propinsi dengan titik rawan terhadap ancaman tertentu (trouble spot area), sebagai basis pertahanan.
3) Memberdayakan Kabupaten dan Kota untuk turut melak-sanakan fungsi deteksi dini, khususnya bagi daerah yang rawan ancaman berupa infiltrasi, pelanggaran lintas batas, pencurian SDA sampai dengan ancaman kedaulatan negara.
4) Memberdayakan daerah dalam mengemban fungsi BINWIL dan/atau BINTER dan BINMAS secara efektif dalam rangka membangun kesadaran bela negara masyarakat daerah perbatasan melalui kegiatan :
1) Meningkatkan kemampuan komponen pertahanan negara yang efektif (SDM, alat peralatan dan sumber daya nasional lainnya).
2) Menata ruang pertahanan negara, dengan pendekatan propinsi, khususnya propinsi dengan titik rawan terhadap ancaman tertentu (trouble spot area), sebagai basis pertahanan.
3) Memberdayakan Kabupaten dan Kota untuk turut melak-sanakan fungsi deteksi dini, khususnya bagi daerah yang rawan ancaman berupa infiltrasi, pelanggaran lintas batas, pencurian SDA sampai dengan ancaman kedaulatan negara.
4) Memberdayakan daerah dalam mengemban fungsi BINWIL dan/atau BINTER dan BINMAS secara efektif dalam rangka membangun kesadaran bela negara masyarakat daerah perbatasan melalui kegiatan :
a) Bimbingan dan penyuluhan tentang penting peran
masyarakat setempat sebagai komponen pendukung dalam pertahanan negara di
daerahnya.
b) Membangun jaringan infor-masi tentang NKRI dan pembangunan bagi masya-rakat setempat yang mampu menumbuh-kembangkan rasa nasionalisme kebang-saan dan kesadaran bela negara melalui peran media cetak, media elektronik dan internet.
c) Pengamanan swadaya masya-rakat setempat di lingkungan-nya dengan membangun pos-pos keamanan lingkungan untuk menciptakan rasa aman sekaligus melakukan pengawasan terhadap kemung-kinan masuknya orang asing secara ilegal di sepanjang daerah perbatasan.
d) Menambah frekwensi kun-jungan para pejabat ke daerah perbatasan sebagai wujud kepedulian pemerintah untuk menambah kepercaya-an diri masyarakat setempat sekaligus menumbuhkan rasa kebanggaan sebagai bagian dari NKRI.
e) Mengalokasikan anggaran khusus untuk membangun kekuatan Pertahanan Negara di daerah perbatasan.
b) Membangun jaringan infor-masi tentang NKRI dan pembangunan bagi masya-rakat setempat yang mampu menumbuh-kembangkan rasa nasionalisme kebang-saan dan kesadaran bela negara melalui peran media cetak, media elektronik dan internet.
c) Pengamanan swadaya masya-rakat setempat di lingkungan-nya dengan membangun pos-pos keamanan lingkungan untuk menciptakan rasa aman sekaligus melakukan pengawasan terhadap kemung-kinan masuknya orang asing secara ilegal di sepanjang daerah perbatasan.
d) Menambah frekwensi kun-jungan para pejabat ke daerah perbatasan sebagai wujud kepedulian pemerintah untuk menambah kepercaya-an diri masyarakat setempat sekaligus menumbuhkan rasa kebanggaan sebagai bagian dari NKRI.
e) Mengalokasikan anggaran khusus untuk membangun kekuatan Pertahanan Negara di daerah perbatasan.
§ Subyek
Pengamanan
Untuk mewujudkan pengamanan daerah perbatasan dalam
rangka penegakkan kedaulatan negara, yang berperan sebagai subyek adalah :
a. Supra Struktur,
yang terdiri dari MPR, DPR dan Pemerintah (Dephan, TNI dan Polri, Depdagri,
Deplu, Pemerintah Daerah, Departemen Kehakiman, Dephut, DKP, Depkimpraswil dan
Bakosu-rtanal) yang berperan sebagai subyek dalam implementasi kebijakan
pengamanan daerah perbatasan, terutama pembuatan peraturan dan
perundang-undangan dan pengambilan kebijakan program pemerintah.
b. Infra Struktur,
meliputi para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh partai politik dan LSM yang
berbaur dengan masyarakat yang turut berperan dalam pengawasan, pengendalian dan
pelaksanaan kebijakan pengamanan daerah perbatasan.
c. Sub Struktur,
terdiri dari segenap lapisan masyarakat yang terlibat langsung dalam
melaksanakan aturan yang telah ditetapkan dalam upaya pengamanan daerah
perbatasan.
§ Obyek
Pengamanan
Sebagai
sasaran dalam upaya pengamanan daerah perbatasan yaitu:
a. Daerah perbatasan, yaitu propinsi atau daerah yang berbatasan angsung dengan beberapa negara tetangga baik di darat maupun laut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Batam, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Papua dan NTT.
b. Masyarakat setempat, yang berdomisili dekat atau sepanjang daerah perbatasan.
c. SDA, segenap potensi SDA yang ada di wilayah perbatasan RI yang jumlahnya cukup besar namun belum dikelola secara optimal sehingga belum dapat mengangkat tingkat kesejahteraan daerah dan masyarakat setempat.
d. Sarana dan Prasarana, belum memadai sehingga daerah perbatasan relatif terisolir dan akses ke wilayah kecamatan terdekat sulit dijangkau dan mahal, lebih mudah melakukan interaksi ke negara tetangga karena lebih mudah dan murah, akses tersedia dan sarana jalan, transportasi dan telekomunikasi cukup memadai
a. Daerah perbatasan, yaitu propinsi atau daerah yang berbatasan angsung dengan beberapa negara tetangga baik di darat maupun laut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Batam, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Papua dan NTT.
b. Masyarakat setempat, yang berdomisili dekat atau sepanjang daerah perbatasan.
c. SDA, segenap potensi SDA yang ada di wilayah perbatasan RI yang jumlahnya cukup besar namun belum dikelola secara optimal sehingga belum dapat mengangkat tingkat kesejahteraan daerah dan masyarakat setempat.
d. Sarana dan Prasarana, belum memadai sehingga daerah perbatasan relatif terisolir dan akses ke wilayah kecamatan terdekat sulit dijangkau dan mahal, lebih mudah melakukan interaksi ke negara tetangga karena lebih mudah dan murah, akses tersedia dan sarana jalan, transportasi dan telekomunikasi cukup memadai
§ Metode
Pengamanan
Metoda yang digunakan dalam raka pengamanan daerah perbatasan
yaitu dengan melakukan :
a. Sosialisasi,
yaitu memberikan informasi tentang pentingnya pengamanan daerah perbatasan guna
penegakan kedaulatan negara. Gangguan terhadap satu daerah di perbatasan negara
berarti ancaman terhadap keda-ulatan negara.Sosialisasi peng-amanan daerah
perbatasan termasuk juga pengamanan terhadap SDA dan keberlang-sungan
pembangunan daerah dan masyarakat daerah perbatasan.
b. Deregulasi,
yaitu penataan atau perumusan kembali produk peraturan dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pembangunan dan pengamanan daerah perbatasan, agar
diperoleh seluruh implemen-tasi pembangunan dan pengaman-an daerah perbatasan
dapat dilakukan secara komprehensif dan integral, lintas peran dan pendanaan.
Dengan dilakukannya deregulasi terhadap seluruh produk hukum yang berkaitan
dengan daerah perbatasan, maka pembangunan dan pengamanan daerah perbatasan
tidak lagi dilaksanakan secara parsial, yang hanya melihat permasalahan daerah
perbatasan berdasarkan kepentingan sektoral.
c. Pendekatan
Kesejahteraan dan Keamanan (Prosperity dan Security Approach), yaitu suatu
paradigma baru pembangunan daerah perbatasan yang harus dilakukan melalui
pendekatan kesejahteraan rakyat dan keaman-an secara bersama-sama. Hal ini
berarti penanganan daerah perbatasan tidak bisa lagi dilaksanakan hanya dengan
mengedepankan faktor keamanan saja, tetapi harus dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan dengan tetap melakukan penegakan
hukum.
d. Partisipasi,
yaitu pengamanan daerah perbatasan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat,
termasuk peran swasta. Partisipasi masyarakat daerah perbatasan dapat
diwujudkan melalui peran aktif masyarakat dalam menjaga kondisi yang aman di
tempat tinggalnya, ikut serta secara aktif melakukan pengawasan terhadap
pelanggaran hukum yang terjadi di daerahnya, misalnya illegal logging,
pergeseran patok dan lain-lain.
e. Diplomasi,
peran yang dilak-sanakan oleh para penyelenggara negara dalam memberikan
infor-masi yang benar dan mampu menyakinkan pihak asing dalam fora regional
maupun interna-sional, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan garis batas
negara dan kedaulatan NKRI.
f. Penegakan Hukum
(Law Enforcement), mengimplementasikan aturan-aturan hukum positif baik
undang-undang maupun per-aturan daerah secara konsisten dan konsekuen melalui
pemberian sanksi hukum yang tegas demi tegaknya supremasi hukum terhadap
pelanggaran atau kejahatan di daerah perbatasan. Dengan penegakan hukum yang
konsisten, maka dalam pengaman-an daerah perbatasan mampu memberikan kontribusi
positf bagi penegakan kedaulatan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan
di kawasan perbatasan NKRI.
4.
Fungsi
dan Peran Pancasila Terhadap Daerah Perbatasan Khususnya Sila “Persatuan
Indonesia”
Dalam penentuan berbagai kebijakan
pengelolaan wilayah perbatasan agar
implementasi tidak menimbulkan keraguan dan konsisten pada tetap utuhnya NKRI,
harus dilandasi nilai-nilai luhur Pancasila sebagai landasan Idiil. Sila - sila dalam
Pancasila terutama sila ke 3 “Persatuan Indonesia” dan sila ke 5 menyebutkan
“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” jelas terkandung makna, agar
dalam mengelola seluruh wilayah Indonesia, baik di perkotaan maupun daerah
terpencil dalam hal ini di wilayah perbatasan, harus dapat dirasakan adanya
keadilan dan kesejahteraan, sehingga tercapai rasa persatuan dan kesatuan dalam
bingkai NKRI.
implementasi tidak menimbulkan keraguan dan konsisten pada tetap utuhnya NKRI,
harus dilandasi nilai-nilai luhur Pancasila sebagai landasan Idiil. Sila - sila dalam
Pancasila terutama sila ke 3 “Persatuan Indonesia” dan sila ke 5 menyebutkan
“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” jelas terkandung makna, agar
dalam mengelola seluruh wilayah Indonesia, baik di perkotaan maupun daerah
terpencil dalam hal ini di wilayah perbatasan, harus dapat dirasakan adanya
keadilan dan kesejahteraan, sehingga tercapai rasa persatuan dan kesatuan dalam
bingkai NKRI.
Disisi lain
penanganan wilayah perbatasan
maritim antar negara
perlu
menerapkan konsep damai, perang dan pertahanan negara. Bangsa Indonesia cinta
damai akan tetapi lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatan. Untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan tersebut, bangsa Indonesia rela mengorbankan jiwa dan raganya. Bagi bangsa Indonesia perang adalah jalan terakhir yang terpaksa harus ditempuh, apabila semua usaha penyelesaian damai gagal. Perang hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa guna mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara serta tujuan nasional.
menerapkan konsep damai, perang dan pertahanan negara. Bangsa Indonesia cinta
damai akan tetapi lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatan. Untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan tersebut, bangsa Indonesia rela mengorbankan jiwa dan raganya. Bagi bangsa Indonesia perang adalah jalan terakhir yang terpaksa harus ditempuh, apabila semua usaha penyelesaian damai gagal. Perang hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa guna mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara serta tujuan nasional.
Pandangan Bangsa
Indonesia tentang Pertahanan Negara
merupakan upaya
untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan bangsa dan
wilayah, serta terpeliharanya keamanan nasional dan terciptanya tujuan nasional.
untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan bangsa dan
wilayah, serta terpeliharanya keamanan nasional dan terciptanya tujuan nasional.
Nasionalisme- Makna
Nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang
mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut
kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk
membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.
Kita
sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa
dan negara Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap bangsa dan negara
tidak berarti kita merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan
negara lain. Kita tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan
(chauvinisme) tetapi kita harus mengembangkan sikap saling menghormati,
menghargai dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
Prinsip
nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan
agar bangsa Indonesia senantiasa menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan
golongan, menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara,
bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa
rendah diri, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara
sesama manusia dan sesama bangsa;menumbuhkan sikap saling mencintai sesama
manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa tidak semena-mena terhadap orang
lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, senantiasa menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, merasa bahwa bangsa
Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia, danmenganggap pentingnya
sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Dalam kasus
perbatasan Indonesia – Malaysia di daerah Kalimantan, bagaimana
mungkin rasa nasionalisme itu bisa terbangun jika kualitas hidup secara ekonomi
rendah.Apalagi dengan gaji yang ditawarkan cukup menggiurkan.Rasa nasionalisme
bisa kalah hanya karena kebutuhan untuk bertahan hidup. Kondisi
ini seolah-olah memberikan pembenaran bahwa nasionalisme
bangsa ini mulai redup. Apalagi warga diperbatasan yang
pendidikannnya minim. Faktor ini tidak akan menjadi hal yang tidak masuk akal
jika kasusnya yang terjadi di Kalimantan seperti itu, masyarakat mana yang akan
menolak jika diperhatikan seperti itu dan ditambah lagi dengan kurangnya perhatian
dari pemerintah sendiri.
Melihat
keadaan yang seperti ini siapa yang harus dipersalahkan?Karena Salah satu
faktor keterbelakangan secara ekonomi di perbatasan adalah diskriminasi ekonomi
yang dilakukan pemerintah. Kehidupan warga begitu kontras jika
dibandingkan dengan daerah lain. Prioritas pembangunan yang dijanjikan
pemerintah tidak sebanding dengan penghasilan kekayaan alam yang dikeruk.
Warga perbatasan tetap saja menggantungkan hidupnya di Malaysia.Mereka
lebih betah tinggal di Malaysia walaupun harga diri mereka terkadang
terinjak-injak, mereka diperkerjakan sebagai buruh kasar, pembantu rumah
tangga, bahkan ada sebagian lagi bekerja di perkebunan karet milik warga
Malaysia.
Perubahan
pengakuan dan berkurangnya rasa nasionalisme dari masyarakat di perbatasan
Kalimantan ini terjadi karena interaksi yang secara terus menerus diantara
masyarakat Serawak dan perbatsan Kalimantan, hampir setiap hari mengadakan
kontak baik kontak ekonomi, politik ataupun pendidikan, bahkan untuk
bahan pokok sehari-hari, warga di perbatasan tetap bergantung ke Malaysia,
ratusan bahkan ribuan warga bekerja di Sarawak, Malaysia Timur karena
konsep interaksi sosial melihat hubungan akan terjalin dan akan saling
mempengaruhi jika terjadi secara berkesinambungan dan dalam kasus ini
masyarakat di perbatasan lebih memilih berinteraksi dengan masyarakat di
Serawak karena jarak dan fasilitas yang mencukupi selain itu proses kerjasama
dan pertukaran social yang dilihat oleh konsep interaksi sosial pun terjadi di
kawasan ini, seperti pemberian fasilitas yang bagus dan bisa dikatakan canggih
oleh pemerintah Malaysia kepada masyarakat, seperti pelayanan kesehatan gratis,
sekolah gratis dan fasilitas yang tidak di diberikan oleh pemerintah Indonesia
kepada mereka.
Nasionalisme
yang membabi buta, dan sentralisasi ekonomi yang menempatkan daerah di luar
Jawa sebagai daerah modal untuk dieksploitasi, telah menutup mata terhadap
realitas kesenjangan itu.Di ujung kekuasaan Orde Baru, kesenjangan itu
membuahkan konflik etnis yang berdarah-darah di beberapa wilayah Kalimantan,
juga di beberapa wilayah Indonesia.
Jadi
dalam kasus pergantian kewarganegaraan yang terjadi di perbatasan Kalimantan
jika kita berlandaskan pada konsep – konsep yang telah di jelaskan diatas, maka
pergantian ini wajar adanya jika faktor – faktornya sama seperti yang diatas,
karena ketimpangan yang terjadi pun juga tidak dinginkan sepenuhnya oleh
masyarakat di perbatasan, tapi apa daya jika kita dihadapkan pada kasus dan
peluang yang terjadi di perbatasan, nasionalisme bisa digadaikan dengan
kebutuhan pokok sehari – hari masyarakat di perbatasan, tapi beda kasus jika
pemerintah kita lebih terfokus lagi dalam menangani permasalahan ini.
BAB III
PENUTUP
Dalam menyikapi gerak langkah negara lain
dalam memperluas wilayahnya, Indonesia harus tegas. Kita tidak boleh lagi
kehilangan sejengkal pun wilayah kita, apa pun ongkosnya. Terjaganya luas
wilayah Indonesia merupakan wujud dari kedaulatan kita sehingga kita harus
mempertahankan dengan cara apa pun, upaya untuk mempertahankan wilayah
Indonesia merupakan tanggung jawab kita semua.
Kasus yang terjadi di perbatasan Kalimantan
tidak sepenuhnya kesalahan dari masyarakat itu sendiri, tapi keadaan dan
tuntutan kehidupanlah yang menjadikan mereka menghilangkan identitas asli
mereka.
Tapi perlu juga diperhatikan peningkatan
peran serta pemerintah juga harus lebih ditingkatkan kan lagi, pemerintah harus
meratakan pembangunan disetiap daerah yang berada negaranya. Kita ( pemeritah
dan rakyat Indonesia ) harus menyusun strategi pertahanan wilayah perbatasan.
Apabila perlu, kita harus menyusun sebuah undang-undang khusus untuk itu.
Hal yang harus kita perhatikan seperti
Melakukan Pemetaan Kembali Titik-Titik Perbatasan Indonesia dengan Negara lain,
memberikan penyuluhan kepada masyarakat diperbatasan tentang konsep
nasionalisme dan identitas diri mereka. Pembangunan di daerah perbatsan harus
lebih diutamakan, dirikan mercusuar – mercusuar yang menandakan bahwa
perbatasan itu milik Negara kita, dan meningkatkan pembangunan infrastruktur di
perbatasan, tapi hal yang paling penting adalah menumbuhkan kembali semangat
nasionalisme masyarakat yang berada di perbatasan.
Mobilitas intemasional
penduduk di wilayah perbatasan ini mempunyaidampak baik terhadad individu dan
masyarakat di wilayah perbatasan, terhadap daerah asal dan tujuan di negara
tetangga dan juga terhadap hubungan kedua negara.Tetapi dampak yang paling
penting untuk dicermati adalah dampak terhadap hubungan antara kedua negara.Ini
disebabkan karena isu mobilitas penduduk di wilayah perbatasan dapat terkait
dengan isu-isu yang rawan terhadap potensi konflik antara kedua negara seperti
isu pelintas batas illegal, penyelundupan serta akhir-akhir ini terkait dengan
isu terorisme.Untuk itu, pemahaman tentang dinamika mobilitas penduduk di
wilayah perbatasan, pola, dampak dan implikasi sosial-budaya, ekonomi dan
politiknya sangat diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar